Ilustrasi perasaan ansietas yang menjadi permasalahan banyak orang Sumber foto dari Google |
A. Definisi
Ansietas merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala
somatic, yang menandakan suatu
kegiatan berlebihan dari susunan saraf autonomic (SSA).
Ansietas
merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik, dan sering merupakan satu fungsi emosi. Ansietas yang patologik biasanya
merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang
sungguh-sungguh dan maladaptive (Kaplan, Harold I 1998).
Ansietas
merupakan respon normal terhadap situasi yang mengancam dan dapat menjadi faktor motivasi yang positif
sepanjang daur kehidupan manusia (Varcolis, 2006).
B. Etiologi
1. Teori
psikoanalisis
Freud adalah orang
pertama yang mencoba menjelaskan secara sistematis perkembangan perilaku fobik.
Menurut freud, fobia merupakan pertahana terhadap kecemasan yang disebabkan
oleh impuls-impuls id yang ditekan.
Kecemasan ini
dialihkan dari impuls id yang ditakuti dan dipindahkan ke suatu objek atau
situasi yang memiliki koneksi simbolik dengannya. Fobia muncul ke permukaan
ketika pada masa dewasa, seseorang mengalami beberapa bentuk stres.
2. Teori
behavioral
Teori behavioral berfokus
pada pembelajaran sebagai cara berkembangnya fobia. Beberapa tipe pembelajaran
mungkin berperan:
a. Avoidance conditioning
Melalui classical
conditioning (CS)
seseorang dapat belajar untuk takut pada suatu stimulus netral CS, jika stimulus tersebut
dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinsik menakutkan atau menyakitkan.
b.
Modeling
Selain belajar untuk takut
terhadap sesuatu sebagai akibat pengalaman yang tidak menyenangkan dengannya,
ketakutan dapat dipelajari dengan meniru reaksi orang lain.
Dengan demikian, beberapa
fobia dapat terjadi melalui modeling, bukan melalui pengalaman yang tidak
menyenangkan terhadap objek atau situasi yang ditakuti. Berbagai perilaku,
termasuk respons-respons emosional, dapat dipelajari dengan menyaksikan suatu
model.
Pembelajaran terhadap rasa
takut dengan mengamati orang lain secara umum disebut sebgai vicarious learning. Vicarious learning
juga dapat terjadi melalui instruksi verbal, yaitu reaksi fobik dapat
dipelajari melalui deskripsi yang diberikan orang lain tentang apa yang mungkin
terjadi selain melalui observasi terhadap ketakutan orang lain.
3. Teori
kognitif
Sudut pandang kognitif
terhadap kecemasan secara umum dan fobia secara khusus berfokus pada bagaimana
proses berfikir manusia dapat berperan sebagai diathesis dan pada bagaimana
pikiran dapat membuat fobia menetap.
Kecemasan dikaitkan dengan
kemungkinan yang lebih besar untuk menanggapi stimuli negatif, menginterpretasi
informasi yang tidak jelas sebagai informasi yang mengancam, dan mempercayai
bahwa kejadian negatif memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadi di masa
mendatang.
Teori kognitif mengenai
fobia juga relevan untuk berbagai fitur lain dalam gangguan rasa takut yang
menetap dan fakta bahwa ketakutan tersebut sesungguhnya tampak irasional bagi
mereka yang mengalaminya.
Fenomena ini dapat terjadi
karena rasa takut terjadi melalui proses-proses otomatis yang terjadi pada awal
kehidupan dan tidak disadari. Setelah proses awal tersebut, stimulus dihindari
sehingga tidak diproses cukup lengkap dan yang dapat menghilangkan rasa takut
tersebut.
4. Faktor
biologis
a. Faktor
sistem saraf otonom
Orang yang mengalami fobia
sosial sering kali
merasa takut bahwa wajah mereka akan memerah atau berkeringat secara berlebihan
didepan umum. Karena berkeringat dan memerahnya wajah dikendalikan oleh sistem
saraf otonom, aktivitas sistem saraf otonom yang berlebihan kemungkinan
merupakan suatu diathesis.
Dengan demikian, bila
aktivitas otonom yang berlebihan (tercemin dalam memerahnya wajah) memiliki
relevansi dengan fobia sosial, rasa takut terhadap konsekuensi aktivitas otonom
mungkin merupakan hal yang lebih penting.
b. Faktor
genetic
c. Aktivitas
noradrnergik
Teori biologi lain
menyatakan bahwa panik disebabkan oleh aktivitas yang berlebihan dalam sistem
noradrenergik (neuron yang menggunakan norepinefrin sebagai neurotransmitter).
Pemikiran lain tentang
aktivitas noradrenergik yang berlebihan adalah baha hal itu disebabkan oleh
suatu masalah dalam neuron gamma-aminobutyric (GABA) yang secara umum
menghambat aktivitas noradrenergik.
Penelitian biologi lain memfokuskan pada
manipulasi eksperimental yang dapat menimbulkan serangan panik. Salah satu
pendekatan berpendapat bahwa serangan panik berhubungan dengan hiperventilasi
atau pernafasan berlebihan.
Hiperventilasi dapat
mengektifkan sistem saraf otonom,
sekaligus memicu aspek-aspek somatik yang tidak asing dalam suatu episode
panik.
5. Teori
psikologis
Teori psikologis utama
mengenai agorafobia yang sering menyertai gangguan panik adalah hipotesis
ketakutan-terhadap-ketakutan, yang
berpendapat bahwa agorafobia bukanlah ketakutan terhadap tempat-tempat umum itu
sendiri, melainkan ketakutan mengalami serangan panik di tempat umum.
C. Tingkatan
Ansietas
Rentang respon Ansietas Sumber foto dari Google |
Menurut beberapa ahli, ada 4 tingkat ansietas yaitu:
1. Ansietas
ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya.
Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreativitas (Stuart dan Sundeen ,1998:175-176).
Pada ansietas ringan individu dapat memproses informasi,
belajar, dan menyelesaikan masalah. Keterampilan kognitif mendominasi tingkat
ansietas ini. (Videbeck, 2008: 309).
2. Ansietas sedang memungkinkan
seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain,
sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah. (Stuart dan Sundeen ,1998:175-176)
3. Ansietas Berat sangat
mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cendrung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu
area lain. (Stuart dan Sundeen ,1998:175-176).
Individu yang mengalami ansietas berat sulit berpikir dan
melakukan pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital
meningkat, dan ia mondar-mandir, memperlihatkan kegelisahan, irritabilitas, dan
kemarahan, atau menggunakan cara psikomotor-emosional yang sama lainnya untuk
melepaskan ketegangan (Videbeck, 2008: 309-310).
4. Tingkat Panik dari
ansietas berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah
dari proporsinya, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.
Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Terjadi
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang
lain, persepsi menyimpang, kehilangan pemikiran rasional. (Stuart dan Sundeen
,1998:175-176).
Dalam keadaan panik,
alam psikomotor emosional individu tersebut mendominasi, disertai respons fight, flight, atau freeze.
Lonjakan adrenalin menyebabkan
tanda-tanda vital sangat meningkat, pupil membesar untuk memungkinkan lebih
banyak cahaya yang masuk, dan satu-satunya proses kognitif berfokus pada
pertahanan individu tersebut (Videbeck, 2008: 309).
Tabel Perbedaan Respon
Tingkat Ansietas
No
|
Tingkat Ansietas
|
Respon Fisik
|
Respon Kognitif
|
Respon Emosional
|
1
|
Ringan
|
Ketegangan otot ringan, sadar
akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian, rajin,
sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala
ringan pada lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar
|
Lapang persepsi luas, mampu
menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan
masalah secara efektif dan terangsang untuk melakukan tindakan
|
Tidak dapat duduk tenang,
tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi
|
2
|
Sedang
|
Ketegangan otot sedang,
tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi, mulai keringat, sering
mondar-mandir, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, suara berubah bergetar
dan nada suara tinggi, sering berkemih, sakit kepala, mulut kering,
anoreksia, diare/konstipasi.
|
Lapang persepsi menurun, tidak
perhatian secara selektif, focus terhadap stimulasi meningkat, rentang
perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan
memfokuskan pemikiran.
|
Gerakan tersentak-sentak,
terlihat lebih tegang, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan
perasaan tidak aman.
|
3
|
Berat
|
Ketegangan otot berat,
pengeluaran keringat meningkat, sakit kepala, penglihatan berkabut, serta
tampak tegang
|
Lapang persepsi terbatas,
proses berfikir terpecah-pecah, sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk,
tidak mampu mempertimbangkan informasi, hanya memperlihatkan ancaman,
|
Perasaan terancam meningkat dan
komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat)
|
4
|
Panik
|
Flight, fight (keinginan untk
pergi selamanya), ketegangan otot sangat berat, napas pendek, rasa tercekik
dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi
motorik
|
Persepsi sangat sempit, fikiran
tidak logis, terganggu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah,
focus pada fikiran sendiri jadi tidak rasional, sulit memahami stimulus
eksternal, halusinasi, ilusi mungkin terjadi.
|
merasa
terbebani, merasa tidak mampu,
tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah, sangat takut,
mengharapkan hasil yang buruk, berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri
dan/atau orang lain
|
E. Proses
Terjadinya Ansietas
Patofisiologis gangguan Ansietas |
E.
Penatalaksanaan
Ansietas
1. Psikoterapi
Beberapa teknik
sering digunakan oleh ahli psikoterapi perilaku (Videbeck, 2008):
a. Positive reframing,
yaitu mengubah pesan negatif menjadi pesan positif. Ahli terapi mengajarkan
individu menciptakan pesan positif yang digunakan selama episode panik.
Misalnya, klien
diajarkan untuk berfikir,
“Saya dapat memperlambat denyut
jantung saya. Ini pasti cuma perasaan cemas.”
b. Assertive Training,
yaitu latihan asertif yang membantu individu lebih mengendalikan situasi hidup.
Teknik latihan asertif membantu individu menegosiasikan situasi interpersonal
dan membangun keyakinan diri.
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap
pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat
holistik, yaitu psikoterapi dan psikoreligius.
2. Terapi psikoreligius
Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya
dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan
yang merupakan stressor psikososial.
3. Terapi
Farmakologi
a.
Antidepresa
Munurut Judith Hopfer
(2004), biasanya obat-obat antidepresan digunakan dalam pengobatan berbagai
bentuk depresi endogen, sering digabung dengan psikoterapi. Penggunaan lainnya
meliputi:
1) Pengobatan
kecemasan (doksepin)
2) Enuresis
(imipramin)
3) Sindrom
nyeri kronis (amitriptilin, doksepin, imipramin, dan nortriptilin
F. Aktivitas Keperawatan
1.
Pengkajian
Batasan
Karakteristik
|
Faktor yang
Berhubungan
|
Perilaku:
a) Penurunan produktivitas
b) Mengekspreikan kekhawatiran akibat perubahan dalam
peristiwa hidup
c) Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki,
gerakan lengan)
d) Gelisah
e) Memandang sekilas
f) Insomnia
g) Kontak mata buruk
h) Resah
i) Menyelidik, dan tidak waspada
|
a) Terpajan toksin
b) Hubunga keluarga
/hereditas
c) Transmisi, dan penulran interpersonal
d) Krisis situasi, dan maturasi
e) Stres
f) Penyalahgunaan zat
g) Ancaman kematian
h) Ancaman, atau perubahan status peran, fungsi peran,
lingkungan, status kesehatan, status ekonomi, atau pola interkasi
i) Ancaman terhadap konsep diri
j) Konflik yang tidak disadari tentang nilai, dan tujuan
hidup yang esensial
k) Kebutuhan yang tidak terpenuhi
|
Afektif:
a) Kesedihan mendalam
b) Distres
c) Ketakutan
d) Fokus pada diri sendiri
e) Iritabilitas
f) Gugup
g) Gembira berlebihan
h) Marah
i) Menyesal
|
|
Fisiologi
a) Wajah tegang
b) Peningkatan keringat
c) Peningkatan ketegangan
d) Terguncang
e) Gemetar, atau tremor di tangan
f) Suara bergetar
|
|
Kognitif
a) Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
b) Blocking pikiran
c) Penurunan lapang pandang
d) Kesulitan untuk berkonsentrasi
e) Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
f) Keterbatasan kemampuan untuk belajar
g) Mudah lupa
h) Gangguan perhatian
i) Melamun
|
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien,
termasuk reaksi fisik, setiap 30 menit sekali, disesuaikan dengan tingkat
ansietas.
b. Kaji faktor budaya (misalnya konflik nilai) yang menjadi
penyebab ansietas.
c. Diskusikan bersama pasien tentang teknik yang berhasil,
dan tidak berhasil dalam menurunkan ansietas di masa lalu.
d. Reduksi Ansietas (NIC) : Menentukan kemampuan pengambilan
keputusan pasien.
2.
Alternatif Diagnosis yang Disarankan
a. Konflik pengambilan keputusan
b. Ansietas kematian
c. Ketakutan
d. Ketidakefektifan koping
3.
Intervensi NIC
a. Bimbingan
Antisipasi: Mempersiapkan pasien
menghadapi kemungkinan krisis perkembangan, atau situasional.
b. Penurunan Ansietas: Meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau
perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantispasi,
dan tidak jelas.
c. Teknik Menenangkan
Diri: Meredakan kecemasan pada pasien
yang mengalami distres akut.
d. Peningkatan Koping: Membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi
stresor, perubahan, atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntunan, dan peran
hidup.
e. Dukungan Emosi: Memberikan penenangan, penerimaan, dan bantuan/dukungan
selama masa stres.
4.
Hasil NOC
a. Tingkat Ansietas: Keparahan manifestasi kekhawatiran, ketegangan, atau
perasaan tidak tenang yang muncul dari sumber yang tidak dapat diidentifikasi.
b. Pengendalian Diri
Terhadap Ansietas: Tindakan personal untuk
menghilangkan atau mengurangi perasaan khawatir, tegang, atau perasaan tidak
tenang akibat sumber yang tidak dapat diidentifikasi.
c. Konsentrasi: Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
d. Koping: Tindakan personal untuk mengatasi stresor yang membebani
sumber-sumber individu.
5.
Kriteria Evaluasi
a. Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas
hanya ringan sampai sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap
ansietas, konsentrasi, dan koping.
b. Menunjukkan pengendalian diri terhadap aktivitas yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang,
kadang-kadang, sering, atau selalu):
1) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
2) Memperkuat performa peran
3) Memantau distrosi presepsi sensori
4) Memantau manifestasi perilaku ansietas
5) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.
(2008). Teknik Prosedural Keperawatan:
konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika.
Deglin,
Judith Hopfer. 2004. Pedoman Obat untuk
Perawat Ed.4. Jakarta: EGC.
Davison,
Gerald C. (2006). Psikologi Abnormal.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Hudak,
Carolyn M. (1997). Keperawatan Kritis;
Pendekatan Holistik. Jakarta EGC.
Hawari,
D.(2008) Manajemen Stres Cemas dan
Depresi, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Kee,
Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan
Proses Keperawatan. Jakarta: EGC.
Kaplan
Harold I. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa
Darurat. Jakarta : Widya Medika.
Mycek,
Mary J. 2001. Farmakologi: Ulasan
Bergambar Ed. 2. Jakarta: Widya Medika.
Stuart,
G.W., & Sundeen, S.J., (1998). Buku
Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3. Jakarta: EGC.
Tarwoto
& Wartonah. (2004). Kebutuhan dasar
manusia dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Videbeck,
Sheila L / Renata Komalasari. (2008). Buku
Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Videbeck,
Sheila. L. (2008), Buku Ajar Keperawatan
Jiwa. Jakarta. EGC.
Jadi tmbh pengetahuan baca ini thanks mba,,, adik ipar ku sklh perawat cuma dia skrg krjny bag ADM nya
BalasHapusIya sama2 Mbak. Perawat itu bisa kerja apa aja mbak, ilmunya luas, tinggal difokuskan aja :)
Hapuswah ini artikelnya berbobot sekali. baru tau kalo tata laksana ansietas seribet itu hmmm...
BalasHapusIya, begitulah kira2, Kami yang perawat ada asuhannya sendiri untuk menangani pasien ansietas ini, namanya asuhan keperawatan.
HapusWah keren bisa mengetahui apa yang sebaiknya kita ketahui untuk menjaga kesehatan dan olah pikiran diri pribadi. Terima kasih informasinya ya mbak
BalasHapusIya, sama2. Senang dengarnya bisa berbagi ilmu dengan teman2. Terima kasih sudah berkunjung.
Hapus