A. DEFINISI
Thalassemia atau disebut juga dengan penyakit kecacatan daarah adalah
suatu gangguan darah yang diturunkan, dan
ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin (Hb).
Thalassemia diwariskan dari orangtua kepada anak.
Kecacatan gen menyebabkan hemoglobin dalam sel
darah merah menjadi tidak normal. Haemoglobin adalah bahagian sel darah
merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh
tubuh.
Thalasemia merupakan kelompok
heterogen anemia hemolitik herediter, yang ditandai oleh penurunan kecepatan
sintesis satu rantai polipeptida hemoglobin atau lebih diklasifikasikan menurut
rantai yang terkena (alfa, beta, gamma). Dua kategori mayor adalah alfa-dan
beta-thalasemia, alfa-t, thalasemia yang disebabkan oleh penurunan kecepatan
sintesis rantai alfa hemoglobin. (Kamus Dorlan, 2000).
Menurut Broyles (1997), Thalasemia
adalah suatu penyakit congenital hrediter yang diturunkan secara autosom
berdasarkan kelainan hemoglobin, dimana satu atau rantai polipeptida hemoglobin
kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik.
Dengan kata lain thalassemia merupakan
penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam
pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari).
Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari
gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
(Nursalam,2005).
B. MACAM –
MACAM THALASSEMIA
1. Thalassemia Beta. Merupakan anemia yang
sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis
rantai beta hemoglobin. Thalasemia
beta meliputi:
1. Thalassemia beta mayor
Bentuk homozigot merupakan
anemia hipokrom mikrositik yang berat,
dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan.
Kedua orangtua merupakan pembawa sifat genetik thalassemia. Gejala-gejala yang muncul bersifat sekunder, akibat anemia yang dialami si penderita. Mislnya pucat,
wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada kranium, ikterus (kekuningan) dengan derajat yang
bervariasi, dan hepatosplenomegali
(pembesaran limpa).
Thalassemia mayor berlaku apabila gen yang cacat
diwarisi dari kedua orangtua. Jika ibu atau
bapak merupakan pembawa ciri Thalassemia, mereka akan menurunkan ciri
ini kepada anak-anak mereka.
Jika kedua
orangtua pembawa (carrier) ciri tersebut
maka anak-anak mereka mungkin merupakan pembawa atau mereka akan menghidap
penyakit tersebut.
2. Thalasemia
Intermedia dan minor
Pada bentuk heterozigot,
dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan
darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat
(polisitemia).
Bilirubin dalam serum
meningkat, kadar bilirubin sedikit meningkat. Thalassemia minor
merujuk kepada mereka yang mempunyai kecacatan gen thalassemia tetapi
tidak menunjukkan tanda-tanda thalassemia atau pembawa.
2. Thalasemia Alpa merupakan thalassemia dengan defisiensi
pada rantai alpa.
C. ETIOLOGI
Penyebab kerusakan darah pada
penderita thalassemia, dikarenakan hemoglobin
yang tidak normal (hemoglobinopatia). Kelainan hemoglobin ini karena adanya
gangguan pembentukan yang disebabkan oleh :
1.
Gangguan struktural pembentukan
hemoglobin (hemoglobin abnormal)
misalnya : pada HBS,HbF, HbD.
2.
Gangguan jumlah (salah satu atau
beberapa ) rantai globin seperti pada thalassemia.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi (suriyadi dan
yuliani. 2010)
E. MANIFESTASI
KLINIS
Bayi baru lahir dengan
thalasSemia beta mayor tidak
anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat
dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi beberapa minggu
pada setelah lahir.
Bila penyakit ini tidak
ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak
tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh dan dapat disertai demam berulang
akibat infeksi. Anemia berat, dan lama biasanya
menyebabkan pembesaran jantung.
Terdapat hepatosplenomegali (pembesaran pada limpa).
Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu
terjadinya bentuk muka mongoloid akibat system eritropoesis yang hiperaktif.
Adanya penipisan korteks
tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan
perawakan pendek.
Kadang-kadang ditemukan
epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien
menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum
usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian.
Hemosiderosis terjadi pada
kelenjar endokrin (keterlambatan dan gangguan perkembangan sifat seks
sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan
hantaran, gagal jantung), dan pericardium (perikerditis). Secara umum, tanda
dan gejala yang dapat dilihat antara lain:
1. Letargi
2. Pucat
3. Kelemahan
4. Anoreksia
5. Sesak
nafas
6. Tebalnya
tulang cranial
7. Pembesaran
limpa
8. Menipisnya
tulang kartilago
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Studi
hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu
mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit
yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit. Elektroforesis hemoglobin
: peningkatan haemoglobin.
2. Pada
thalassemia beta mayor ditemukan
sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi
perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan
meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih
kasar.
3. Analisis
DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
G. PENATALAKSANAAN
MEDIS
1.
Transfusi sel darah merah
(SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah merah sebaiknya 10 –
20 ml/kg berat badan.
2.
Pemberian chelating agents
(Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone merupakan sediaan dalam
bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal dan memberikan
bahaya fibrosis hati.
3. Tindakan splenektomi perlu
dipertimbangkan terutama bila ada tanda – tanda hipersplenisme atau kebutuhan
transfusi meningkat atau karena sangat besarnya limpa.
4.
Transplantasi sumsum tulang
biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.
Penatalaksanaan terapeutik
1.
Pemberian transfusi hingga
Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan
akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal).
2. Splenectomy : dilakukan
untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel
darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
H. PROSES KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Pengkajian
fisik
1) Riwayat
keperawatan : Kaji adanya tanda
anemia atau( pucat, lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia kronik, nyeri tulang
dan dada, menurunnya aktifitas, anoreksia), epistaksis berulang.
2) Pengkajian
psikososial
a) Anak
: usia, tugas perkembangan psikososial (ericson), kemampuan beradaptasi dengan
penyakit, mekanisme koping yang digunakan.
b) Keluarga
: respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaian
keluarga terhadap stress.
2.
Diagnosa
a. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen/zat nutrisi ke sel.
b. Tidak
tolenrasi terhadap aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan
pemakaian dan suplai oksigen.
c. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan.
d. Tidak
efektif koping keluarga berhubungan dengan dampak penyakit anak terhadap fungsi
keluarga.
3.
Perencanaan
1) Anak
akan menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan yang adekuat.
2) Anak
akan toleran terhadap aktifitas.
3) Anak
menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi. Keluarga akan dapat
mengatasi dan mengendalikan .
4.
Implementasi
a. Perfusi
jaringan adekuat
1) Memonitor
tanda-tanda vital, pengisian kapiler, warna kulit, membrane mukosa
2) Meninggikan
posisi kepala ditempat tidur.
3) Memeriksa
dan mendokumentasikan adanya rasa nyeri.
4) Observasi
adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan atau gelisah.
5) Mengobservasi
dan mendokumentasikan adanyan rasa dingin.
6) Mempertahankan
suhu lingkungan agar tetap hangat sesuai kebutuhan tubuh.
7) Memberikan
oksigen sesuai kebutuhan.
b. Mendukung
anak tetap toleran terhadap aktivitas.
1) Menilai kemampuan anak
dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tugas perkembangan
anak.
2) Memonitor tanda-tanda
vital selama dan setelah melakukan aktifitas dan mencatat adanya respon
fisiologis terhadap aktivitas (peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan
darah, atau nafas cepat)
3) Memberikan informasi
kepada pasien atau keluarga untuk berhenti melakukan aktivitas jika terjadi
gejala gejala peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, nafas
cepat, pusing atau kelelahan.
4) Berikan dukungan kepada
anak untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai dengan kemampuan anak.
5) Mengajarkan kepada orang
tua teknik memberikan reinforcement terhadap partisipasi anak dirumah.
6) Membuat jadwal aktivitas
bersama anak dan keluarga dengan melibatkan tim kesehatan lain.
7) Menjelaskan dan memberikan
rekomendasi kepada sekolah tentang kemampuan anak dalam melakukan aktivitas,
memonitor kemampuan melakukan aktivitas secara berkala dan menjelaskan kepada
orang tua dan sekolah.
c.
Memenuhi
kebutuhan nutrisi yang adekuat
1) Mengijinkan anak untuk
memakan makananan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki
kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
2) Berikan makanan yang
disertai suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi.
3) Mengijinkan anak untuk
terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan.
4) Mengevaluasi berat badan
anak setiap hari.
d. Keluarga akan mengatasi
dan dapat mengendalikan stress yang terjadi pada keluarga.
1) Memberikan dukungan kepada
keluarga dan menjelaskan kondisi anak sesuai dengan realita yang ada.
2) Membantu orang tua untuk
mengembangkan strategi untuk melakukan penyesuaian terhadap krisis akibat
penyakit yang diderita anak.
3) Memberikan dukungan kepada
keluarga untuk mengembangkan harapan realistis terhadap anak.
5)
Menganalisa
sistem yang mendukung dan penggunaan sumber-sumber di masyarakat (pengobatan,
keuangan, sosial) untuk membantu proses penyesuaian keluarga terhadap penyakit
anak.
5. Evaluasi
a. Perencanaan
Pemulangan
1) Berikan informasi tentang
kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi
fisik anak.
2) Jelaskan terapi yang
diberikan : dosis dan efek samping.
3) Jelaskan perawatan yang
diperlukan dirumah.
4) Tekankan untuk melakukan
kontrol ulang sesuai waktu yang ditentukan
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2009). Buku saku keperawatan pediatri (Penerjemah,
Eny Meiliya). Jakarta: EGC.
Cecily, L.
B. (2009). Buku Saku Keperawatan
Pediatrik. Edisi 5. Jakarta : EGC
Hasan,
R., dkk. (2002). Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Smeltzer,
S.C. (2001). Buku ajar keperawatan
medikal bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC
Suriadi
& Yuliani, R. 2010. Asuhan
Keperawatan pada Anak. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Wong,
D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC..
Yatim, F. 2003. Talasemia, Leukimia, dan Anemia. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Informatif sekali, jdi tahu bagaimana jika ada penderita thalasemia, mkasih mbak yelli
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung mbak Eni, senang bisa berbagi!
Hapus