Menulis Sebagai Bukti Perawat Itu Ada dan Hidup Selamanya

Post Top Ad

7 Diagnosa Gangguan Jiwa yang Sering Terjadi



Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober ini, perawat traveler akan berbagi cerita tentang kisah para pasien yang didiagnosa gangguan jiwa. 

Sumber photo dari https://www.google.co.id/imgres?imgurl

Jangan pikir bahwa kamu tidak berisiko mengalami gangguan jiwa, karena setiap orang di dunia ini berpotensi mengalami gangguan jiwa. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization- WHO), sekitar 25% penduduk dunia mengalami gangguan jiwa. Berarti 1 dari 4 orang kamu mengalami gangguan jiwa, ayo..., siapa diantaranya?

Serius..,! ini bukan kata perawat traveler, riset WHO lohh yang membuktikannya. Jadi, kamu harus tahu apa saja diagnosa gangguan jiwa yang sering terjadi di masayarakat.

1.  Gangguan sensori presepsi; Halusinasi (disturb sensory perception; Hallucination)



Pasien dengn halusinasi sering kali aku temukan di Rumah Sakit Jiwa tempatku praktek. Mereka terkadang tertawa terbahak-bahak, meskipun tidak ada stimulus atau situasi lucu disekitarnya. Dilain waktu bisa jadi mereka berteriak-teriak ketakutan seperti ada yang mengejar mereka, bahkan sampai-sampai membuat mereka menangis.

Terjadinya halusinasi dikarenakan stres berat yang tidak bisa ditoleransi oleh otak. Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus, yang kemudian akan menstimulasikan saraf simpatis untuk melakukan perubahan, sehingga munculah halusinasi. 

Kita pun bisa berhalusinasi ketika otak dalam keadaan lelah dan stress, namun halusinasi akan hilang jika fungsi otak kembali stabil. Jadi, buat kamu-kamu yang sering stres mikirin pacar, mantan, atau tugas kuliah yang menumpuk, cepat-cepat cari pertolongan deh! supaya tidak terjadi halusinasi nantinya.

2.  Waham (Disturb thought of procces)
Keyakinan yang salah yang kokoh dipertahankan terus menerus, walaupun tidak benar menurut realita disebut dengan waham. Gejala gangguan jiwa ini ada beberapa macam bentuknya, yaitu waham kebesaran, curiga, agama, somatik dan nihilistik.

Aku paling sering menemukan pasien dengan gejala waham. Cukup pandai dalam berdebat, paling mahir dalam mempertahankan pendapat bahkan kalau kita tidak kuat dengan realita normal, kita pun juga terikut dalam wahamnya.

Pasien dengan diagnosa ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang begitu tinggi, sanggking PD nya, tidak sesuai lagi dengan realita normal. Aku pernah menemukan pasien dengan waham kebesaran; katanya dia seorang tentara perang sehingga dia berlagak layaknya dalam situasi perang.

Pasien waham kebesaran ala tentara yang ku temukan di RSJ

Pasien dengan waham curiga sangat susah untuk didekati, kadang kita dituduh ingin mencelakai dirinya sehingga tingkat kewaspadaannya cukup tinggi.  Pasien dengan waham agama pun membuat kita geleng-geleng kepala. Mengaku-ngaku sebagai nabi ataupun tuhan, dan sangat erat kaitannya dengan keagamaan.

Kalau waham somatik biasanya si pasien menganggap ada kelainan atau penyakit yang ada pada bagian tubuh tertentu, walaupun pemeriksaan medis menunjukan tidak ada gangguan apapun. Sedangkan untuk waham nihilistik pasien menganggap dirinya sudah meninggal dunia, sedangkan yang sedang berkomunikasi ini ialah arwahnya. Ya.., begitulah pasien dengan diagnosa waham, kadang perawat traveler pun ikut waham dibuatnya. 

3.  Risiko Perilaku Kekerasan (Risk for violance


Ini juga merupakan salah satu diagnosa gangguan jiwa. Jadi orang yang suka marah-marah dan emosian, sehingga emosinya dilampiaskan kepada orang lain dalam bentuk perilaku kekerasa, entah itu memukul, menampar atau memaki dengan menggunakan kata-kata kasar yang tak pantas untuk diucapkan merupakan gejala gangguan jiwa.

Mungkin kamu pernah menemukan orang dengan gejala seperti ini, atau mungkin kamu sendiri yang mengalaminya. Perilaku kekerasan terjadi bisa karena ada rasa curiga pada orang lain, halusinasi, reaksi kemarahan atau karena keinginan yang tidak dapat terpenuhi.
Orang-orang seperti ini bisa ditemukan di RSJ, tapi lebih banyaknya lagi berada di luar dan hidup aman ditengah masyarakat. Banyak yang tidak sadar bahwa perilaku kekerasan merupakan gejala gangguan jiwa, sehingga dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi. 

Penganiayaan pada anak oleh orang tua, kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami kepada istri, bullying atau pelecehan yang dilakukan oleh teman-teman sebaya, semua tindakan itu merupakan risiko perilaku kekerasan. Orang-orang seperti ini butuh terapi kejiwaan untuk meredamkan amarah mereka.

4.  Risiko Bunuh Diri (Risk for suicide)

Bagi kamu atau temanmu yang pernah ingin mencoba untuk bunuh diri, atu mengakhiri hidupnya, waspadalah! itu juga termasuk gejala gangguan jiwa. Di Aceh angka kejadian bunuh diri cukup tinggi, malah keseringan lagi. Tidak hanya masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas ataspun ada. 


Bukan saja yang tidak berpendidikan yang sarjanapun banyak, bahkan dokter yang sedang CoAss lagi. Seperti yang diberitakan media cetak setahun yang lalu. Untung perawat traveler nggak terpikir yang kek gitu, kasihan Ayah, Umak, Babang kalau aku pergi. Ini pemikran kita yang normal, tapi mereka yang gangguan tidak ada lagi perasaan kasihan seperti itu.

Aku pernah mendapatkan kasus pasien yang mencoba melakukan upaya bunuh diri dengan melompat dari gedung Escape Building Ule Leu. Untungnya nggak mati tu pasien. Tapi upaya bunuh diri tetap saja dilakukannya dengan mencoba membuka peralatan medis yang dipasangkan ketubuhnya.

Oksigenya dibuka, infusnya dicabut, dibilangin jangan ngomong tetap saja dia ngoceh pengen mati, meskipun darah keluar terus menerus dari mulutnya. Cukup tragis, padahal beliau masih mempunyai kedua orang tua dan keluarga yang menyayangi dirinya. Tapi, ya.. apa mau dikata, yang namanya gangguan tidak ada lagi proses fikir yang menghubungkan sebab akibat atas tindakan yang dilkukan.

5.  Isolasi Sosial (Social isolation)


Pasien dengan diagnosa Isolasi Sosial (Isos) ini, mati gaya kita dibuatnya. Sebesar apapun usaha kita untuk mengajaknya berkomunikasi, akan sia-sia. Jangankan untuk menjawab pertanyaan yang ditanyakan, kontak mata saja tidak ada. 

Mereka menolak untuk bertemu dengan orang lain, apalagi orang yang baru dikenal. Aku butuh satu minggu lamanya untuk bisa berkomunikasi dengan pasienku yang didiagnoas Isos. Butuh kesabaran menghadapinya, kalau ingin bertemu dengannya seperti artis, kita tunggu dulu bahkan kita bujuk-bujuk dulu supaya mau berinteraksi.

Alhamdulillah berkat kesabaran perawat traveler yang pantang menyerah, akhirnya pasien Isosku pun berubah diagnosa selama 2 minggu dalam perawatanku. Akhirnya dia mau menceritakan masalahnya kepadaku dan mau berkenalan dengan perawat-perawat lainnya.

6.  Harga diri rendah (Cronic low self esteem)

Pasien selalu mempresepsikan negatif tentang dirinya sendiri


Pasien dengan diagnosa ini merasa dirinya tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan, akibat evaluasi diri yang negatif terhadap diri dan kemampuan diri sendiri. 

Mereka tidak ada motivasi diri untuk melakukan apapun. Pasien seperti ini biasanya dilatarbelakangi oleh seringnya ungkapan yang melecehkan dirinya baik dari keluarga seperti orang tua atau saudara, maupun dengan teman-teman sebayanya.

Mereka tidak suka pada dirinya sendiri, bahkan ada yang ingin mengakhiri hidupnya. Pasien seperti ini dibutuhkan motivasi dan dukungan dari orang-orang terdekat, supaya bisa meningkatkan rasa kepecayaan dirinya.

7.  Defisit perawatan diri (Self care deficit)


Pasien dengan diagnosa ini membuat perawat traveler stres. Udah nggak mau mandi, nggak bisa pakai baju, makan harus disuapin, semua butuh bantuan. Pasiennya mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan dirinya sendiri, jadi pasiennya agak sedikit berantakan dan tidak terurus.

Hilangnya kemampuan pasien untuk merawat diri karena dipengaruhi oleh faktor proses berfikir mereka yang tidak lagi normal. Mereka tidak bisa lagi membedakan baik dan buruk, yang harus dilakukan atau tidak, mereka nyaman tidak mandi atau makan berhari-hari.

Perawat traveler harus benar-benar mengajarkan mereka mulai dari nol kembali. Baik itu cara mandi, berpakaian, makan, buang air besar atau kecil ke kamar madi, dan untuk melakukan hal-hal kecil seperti cuci tangan harus diajarkan. Lagi-lagi dibutuhkan kesabaran untuk menghadapi mereka.

Itulah 7 diagnosa gangguan jiwa yang sering terjadi di masyarakat. Supaya kamu tidak didiagnosa menderita gangguan jiwa, maka kenalilah gejalnya, karena jika kamu menemukan satu diantarnya gejala tersebut, bersegeralah berkonsultasi dengan dokter ataupun perawat dan psikiater.

Jika duluan kenal dan tahunnya, jadi penangannanyapun juga dapat dilakukan dengan segera.

6 komentar:

  1. semunya diagnosa perawat ya? bukan diagnosa medis? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bg.., qan ceritanya perawat traveler ne..,! hehehe :)

      Hapus
  2. Oh memangn ya orang yang hendah bunuh diri itu suka kasih kode/ tanda2 mbak? Wah mesti mudeng dong kita kan kadang ga ngeh sama sikap dan perasaan orang ya. Butuh perhatian dan kasih sayang kayaknya tuh yang gangguan jiwa. Aku punya saudara yang begini tapi sudah meninggal. Kasian kalau inget beliau.hiks.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, ada tahapannya bagi orang yg akan melakukan bunuh diri, bisa hanya sekedar keinginan saja, dgn isyarat bunuh diri, sampai melakukan percobaan bunuh diri. Orang-orang seperti ini harus selalu kita temani mbak, supaya ide bunuh dirinya nggk muncul.

      Hapus
  3. Rendah diri berlebihan masuk nih.. Nah, Kalo narsis masuk diagnosa gangguan jiwa jg ga ya.. Haha��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, bisa mengarah kesitu juga mbak. Biasanya lebih ke kumpulan geejala atau yang disebut sebagai syndrome start

      Hapus

Terimakasih Telah Memberikan Komentarnya - Silahkan Komentar dibawah ini !!!!

My Instagram