Di RSJ tidak mesti acara 17-an Agustus kita buat acara seperti ini |
Apa yang terpikir olehmu saat dijak
berkunjung ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ)? Takut, cemas, ngeri, seram, was-was, ini,
itu, bla,bla,bla,bla,,, pasti alasan negatif saja yang dikemukan.
Hampir 99% manusia normal, yang belum pernah menginjakkan kakinya ke RSJ
berfikir demikian. Termasuk aku sendiri yang sebagai calon perawat,
merasakannya saat pertama kali praktek di RSJ.
Hari
pertama praktek di RSJ dengan perasaan yang nggak enak dari rumah, aku mencoba
menguatkan diri untuk berani menghadapi tantangan ini. Dengan tas ransel yang
berisi modul panduan praktek klinik dari RSJ, dan beberapa perlengkapan lainnya,
seperti buku dan Laporan Pendahuluan (LP)
sudah siap sedia di dalam tas ransel yang beratnya hampir 3 kg itu.
Sebelum masuk ke ruangan, kami harus
mengikuti upacara bendera dulu. (ada ya.., upacaranya? iya dong, itu qan
instansi pemerintah!). Aku berada di barisan paling kanan, khusus mahasiswa
praktek. Tentunya banyak petuah-petuah yang harus didengarkan dari pembina
upacara (Derektur RSJ).
Setelah kegiatan seremonial itu selesai, kamipun masuk
ke ruangan masing-masing. Kebetulan saat itu saya ditempatkan di Ruang Akut
Wanita. What...? Akut Wakkk,,! Tentunya pasien disini masih labil dan sering
mengamuk.
Dengan jantung yang berdegub kencang seperti genderang
mau perang, aku dan teman-teman kelompokku melangkah menuju ruangan tersebut.
Rupanya kegiatan pagi perawat di ruangan itu adalah memandikan pasien. Dan
kebetulan ada anak praktek, ya.., tugas itu di delegasikan
deh ke kami. Kebayang nggak mandiin pasien gangguan jiwa gimana..?
Aku
sesama teman-temanku saling pandang-pandangan, berfikir memandikan pasien jiwa
gimana ya?. Meskipun sebelum praktek ke RSJ ada coatching, dan belajar tentang
ilmu kejiwaan, tapi materi memandikan pasien dengan gangguan jiwa belum kami
dapatkan. Hanya secara teori membahas tentang perawatan diri pasien. Itulah
gunanya praktek, jadi kita melihat bagaimana kondisi di lapangan sebenarnya.
kita tu kayak sahabatan gitu di dalam kerengkeng (Ruang Akut Pria) |
Ternyata kami disuruh masuk ke dalam kerengkeng
(seperti penjara berjeruji besi, berukuran 6x8 m), untuk memadikan pasien. Aku
benar-benar kaget, disataukan dalam satu sel dengan pasien gangguan jiwa. Tugas
kami disini ialah menyuruh mereka mandi. Bagi yang tidak mau mandi, ya.., harus
dimandikan secara bersama-sama supaya dia tetap bersih dan tidak bau.
Setelah mandi, kita ajarkan mereka
berdandan seperti memakai bedak, menyisir rambut, dan bahkan menggunakan
lipstik bagi yang cewek. Untungnya mereka pada hari itu berbaik hati dan mau melakukan
apa yang kami suruh.
Hari-hari berikutnya, kegiatan seperti
itu bukanlah hal yang menakutkan lagi bagi kami, bahkan terkesan lucu dan sudah
menjadi hiburan. Gimana nggak lucu dan terhibur, pasien yang dirawat disitu
jago nyanyi bahkan suaranya bagus-bagus mengalahkan artis.
Masalahnya
mereka nyanyinya dengan menunjukkan ekspresi yang super lebay, melebih artis
dangdut ternama di negri ini. Bahkan kita pancing sedikit saja dengan penggalan
lagu “Nur Azizah..., gadis manis”,
langsung mereka sambut sambil berkspresi. Terhibur nggak seperti itu.,
hahaha..,bahkan stres karena laporan yang menumpuk jadi hilang melihat tingkah
dan kelakukan mereka.
Senam dan Olah
Raga Juga Ada
Minggu
ke dua praktek di RSJ, aku ditempatkan di ruangan intermediet. Ruangan ini tidak seintensif ruangan akut yang
pasiennya harus dikurung setiap hari. Mereka lebih leluasa dan boleh keluar
dari kerengkeng, tapi tetap dalam pengawasan perawat.
Kami pun diharuskan untuk mengambil satu pasien
kelolaan dan resume. Maksudnya pasien yang benar-benar kami rawat, mulai dari melakukan
pengkajian secara mendetail terhadap masalahnya, merumuskan diagnosanya
(Diagnosa Keperawatan Jiwa) dan
melakukan intervensi terhadap pasien tersebut sampai mereka mandiri.
Kegiatan pagi di ruangan ini adalah
senam. Mereka yang sudah lumayan sembuh dan dijadikan sebagai BKO (Bekerja Karena Obat), atau asisten/pembantu
perawat, sebagai instruktur senam bagi teman-temannya yang lain.
Jumlah
pasien di ruang intermediet ini lebih
banyak dari pada ruang akut. Bisa mencapai 70-an orang dalam satu ruangan. Akan
tetapi, tingkat gangguannya sudah membaik bahkan sekilas, tidak terlihat bahwa
mereka mengalami gangguan jiwa.
Pasien
disini lebih welcome dan sedikit
lebih nyambung saat diajak komunikasi. Apalagi ada diantaranya yang bisa
berbahasa Inggris dan Jepang (Hebat kan..,!). Kreativitasnya pun
bermacam-macam, ada yang bisa main gitar, bernyayi, berpidato, membaca puisi
dan lain sebagainya.
Terapi Lingkungan setelah Senam Pagi |
Bakat
mereka dapat dilihat saat terapi lingkuangan atau mereka sebut panggung bakat. Setelah
senam pagi, sebelum sarapan dan pakaian ganti tiba dari loundry, biasanya perawat membuat terapi lingkungan. Ya...,
lagi-lagi karena kami sedang praktek di delegasikan tugas ini ke kami
(mahasiswa praktek).
Di
bagian ini, aku sering sekali menjadi pemandu atau mc bagi mereka. Jadi,
wajralah aku dikenal oleh hampir semua pasien di ruangan itu (sedkit promosi.,
kwkwk,, modus). Tugasku adalah
membuka acara lyaknya mc, menyediakan panggung buat mereka tampil dengan
berbagai bakat dan keahlian yang mereka miliki.
Kadang aku juga menyelipkan dengan
beberapa permianan dengan melibatkan mereka. Kegiatan seperti itu jelas membuat
mereka senang, dan terlebih akunya senang banget, bisa berabaur dan diterima
baik oleh mereka. Bahkan mereka sudah hafal betul dengan namaku, “Kita
panggilkan pemandu dan perawat kita.,, Yellll...,lii” Ucap salah seorang pasien
yang sering menjadi temanku nge-mc. Seru ya.., bisa sedekat itu sama mereka..,!
Dan
yang nggaak kalah serunya lagi ialah saat kami adakan permaianan olah raga,
yang biasanya kita saksikan di perayaan 17-an Agustus pada orang normal. Apalagi
kalu bukan permainan tarik tambang, lari pakai karung goni, sepak bola pakai
sarung dan sebagainya.
Emang
mereka bisa..,? jangan salah loe.., malah mereka lebih jago dibandingkan
manusia normal. Mereka sama halnya dengan manusia lainnya. Hanya saja ada
gangguan pada bagian saraf mereka, yang mengakibatkan adanya gangguan proses
fikiir yang tidak bisa dikendalikan oleh tubuh mereka.
Selagi proses fikir itu tidak terganggu atau sedang
baik, mereka layaknya seperti manusia normal lainya. Maka dari itu perlu
obat-obat khusus untuk menstabilkan kondisi mereka. So.., tidak perlu berfikir
negatif lagi kalau ke RSJ, justru kamu mendapatkan hal sebaliknyanya, seru dan
terhibur pastinya.
Saat kunjungan Komunitas Griya Schizofren Aceh ke RSJ (Serukan, bisa photo bareng kek gini sama pasiennya!) |
Aku pernah ke RSJ bareng2 teman2 gereja dan benar-benar campur aduk rasanya. Memang benar mbak, mereka itu tidak seseram yang dikira, kalau mendengar cerita mengapa mereka bisa menjadi seperti itu, justru makin tidak tega. Sering-sering bersentuhan dengan orang-orang yang hidupnya tak seberuntung kita seperti ini, memang akan membuat jiwa kita kaya Mbak ..
BalasHapusIya mbak, banyak hal yang bisa kita pelajari dari mereka. Saat orang berkunjung ke RSJ, pasti pradigma negatif tentang orang gangguan jiwa, bisa berubah, karena tidak semua hal buruk yang dipikirkan tentang orang gangguan jiwa itu benar.
HapusSeru ya, aku. Pernah ke RSJ jemput temenku yg dokter mau ajak jalan dan pas ada yg ngamuk, rasanya serem banget. Pdhl gak semua serem juga ya ternyata
BalasHapusYang amuk itu biasanya di ruang akut mbak, saat pasien tersebut mengalami kekambuhan. Tapi kalau dia lagi baik, nggk pa2 kok, malah seru kalau diajak ngobrol dengan mereka.
Hapus