Menulis Sebagai Bukti Perawat Itu Ada dan Hidup Selamanya

Post Top Ad

April 30, 2017

Mengenal Penyakit Thalassemia di Aceh

by , in
Penderita Thalassemia sedang Mendapatkan Transfusi Darah
di Central Thalassemia RSUD ZA Banda Aceh.
Sumber Foto : www.perawattraveler.blogspot.co.id
Kenapa mesti Aceh? Bukankah penyakit ini juga ditemukan hampir di seluruh belahan dunia?

Sahabat Perawat Traveler (PeTrav) pasti bertaya demikian, kok Aceh sih? Apakah penyakit thalassemia berasal dari Aceh?

Asal Mula Thalassemia Aceh

Penyakit kelainan darah, atau yang disebut dengan thalassemia ini memang banyak ditemukan pada anak-anak Aceh. Bukan berarti penyakit ini murni berasal dari Aceh, tapi thalassemia Aceh yang sudah banyak menelan korban ini, berawal dari masyarakat pendatang dari luar Aceh.

Menurut sejarahnya, Aceh pada abad ke 16 merupakan pusat kerajaan Islam terbesar di dunia. Saat itu banyak pendatang luar seperti Arab, China, Eropa, dan Hindia datang untuk melakukan perdagangan, dan kemudian menetap di Aceh dengan menikahi warga Aceh.

Pada saat inilah terjadi migrasi besar-besaran, karena Aceh merupakan pusat perdagangan dunia, dan letaknya sangat strategis dalam jalur perdagangan dunia. Setiap orang yang masuk ke Aceh, tidak terdeteksi secara jelas tentang riwayat kesehatan mereka. Apalagi untuk mendeteksi penyakit bawaan atau keturunan seperti thalassemia.

Hingga pada akhirnya thalassemia menjadi penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak Aceh, bahkan prevalensi tertinggi thalassemia berada di Aceh. 
Immigration Trends Impacting Thalassemia (Weatherall, 2012)
Sumber Foto : www.thalassaemia.org.cy
Thalassemia yang pada mulanya ditemukan di daerah sekitar Laut Tengah Mediterenia ini, merupakan jalur lalu lintas yang sibuk. Tempat ini memungkinkan perdagangan, dan pertukaran budaya atara orang Mesir, Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan Timur Tengah. 

Di daerah ini jugalah ditemukan anak-anak yang menderita anemia (kekurangan darah), dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Kemudian salah seorang dokter bernama Thomas B. Cooley, menamai penyakit ini dengan anemia splenic atau anemia mediterenean, yang sekarang dikenal dengan thalassemia.

Jika dihubungkan dengan para penderita thalassemia Aceh, kemungkinan leluhur mereka berasal dari Laut Tengah yang merupakan daerah asal Thalassemia. Ada bakat genetik penyakit thalassemia yang akan diturunkan ke keturunan mereka, sehingga dapat dilihat sekarang bahwa Aceh merupakan sabuk thalassemia di Indonesia, bahkan dunia.


Thalassemia Aceh dalam angka

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Aceh merupakan daerah kasus thalassemia tertinggi di Indonesia, yaitu 13,8%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan ibukota Jakarta, yaitu 12,3%.

Selain itu, ada sekitar 8% dari jumlah total penduduk Aceh merupakan carier thalssemia, atau pembawa sifat. Artinya walaupun mereka tidak mengalami penyakit thalassemia, namun sangat berpotensi untuk diturunkan kepada anak-anaknya. Terlebih jika pasangannya juga mempunyai gen pembawa sifat thalassemia.

Faktor inilah yang menjadi penyumbang terbersar tingginya angka thalassemia di Aceh. Bahkan jumlah penderita thalassemia di Aceh, setiap tahunnya meningkat. Baca juga Siapa Mereka Para Thalassemia?

Thalassemia dalam Angka
Sumber Foto : www.perawattraveler.blogspot.co.id
Menurut cacatan Perhimpunan Orangtua Penderita Thalassemia (POPTI), sejak 2012 terdapat 142 penderita thalassemia di Aceh. Kemudian jumlahnya meningkat menjadi 185 orang pada tahun 2013. Tahun 2014, terjadi lagi peningkatan 223 orang, dan pada 2015 terdapat 265 orang. Hingga Mei 2016, ada sekitar 280 penderita thalassemia di Aceh.

Angka ini hanya yang tercatat, tapi sebenarnya masih banyak penderita thalassemia lainnya yang belum terdata. Terutama di daerah-daerah terpencil, di pedalaman Aceh. 

Thalassemia Aceh ibarat gunung es yang hanya terlihat kecil di permukaan, namun pada dasarnya banyak yang mengalami penyakit ini. Keterbatasan pengetahaun juga menjadi faktor utama dalam mengatasi penyakit ini.


Penyakit Thalassemia

Sahabat PeTrav perlu mengetahui lebih lanjut tentang penyakit ini. Dikarenakan penyakit ini bersifat herediter atau diturunkan, maka sangat disarankan bagi yang akan berkeluarga melakukan skrining Thalassemia. Nah, terlepas dari itu kita akan membahas lebih jauh tentang thalassemia ini.

Pernah tidak sahabat PeTrav melihat atau mendengar berita, ada orang yang setiap bulan harus transfusi darah? Meskipun sudah berkantong-kantong darah masuk ke dalam tubuhnya, tapi mereka harus transfusi di bulan berikutnya. Baca juga Thalassemia "Han Sep-Sep' Darah.

Pemasangan Infus Anak Thalassemia saat akan Transfusi Darah
Sumber Foto : www.perawattraveler.blogspot.co.id
Begitu seterusnya sampai akhir hidup mereka. Bisa sahabat PeTrav bayangkan bagaimana kehidupan mereka yang bergantung pada darah orang lain? Mengapa sih mereka terus-terusan harus transfusi?

Inilah tanda spesifik mereka yang menderita penyakit thalassemia. Mereka harus transfusi darah setiap bulan dikarenakan adanya kelainan, atau gangguan darah yang diturunkan dari orangtua mereka.

Gangguan tersebut terletak pada produksi rantai globin, pada hemoglobin (Hb) yang mengalami defisiensi atau kecacatan. Hemoglobin di dalam darah berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.

Jika hemoglobin ini mengalami kecacatan, maka proses transportasi oksigen ke seluruh jaringan, dan sel tubuh akan terganggu. Akibatnya si penderita akan mengalami gangguan pernapasan seperti sesak, pusing, dan tubuhnya kelihatan pucat karena rendahnya kadar hemoglobin di dalam darah.

Kasus seperti inilah yang mengharuskan mereka transfusi darah, supaya kebutuhan oksigen di dalam darah mereka terpenuhi. Tidak cukup hanya sekali, tapi setiap bulan selama fase hidup mereka. 

Darah yang ditransfusi hanya bertahan sampai 21 atau 28 hari, setelah itu darah tersebut akan lisis atau mati. Sehingga dibutuhkan darah baru untuk membantu kebutuhan darah dalam tubuh si penderita. Makanya mereka setiap bulan harus transfusi darah untuk membantu kerja hemoglobin di dalam darah.


Memutuskan Mata Rantai Thalassemia

Sebelum memutuskan mata rantai tahalassemia ini, sahabat PeTrav harus mengetahui dulu alur atau mata rantai dari thalassemia.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa thalassemia merupakan penyakit turunan, jadi untuk memutuskan mata rantainya kita harus skirining darah agar mengetahui ada tidaknya genetik yang berpotensi untuk melahirkan anak thalassemia.

Analisisnya begini, jika ada pasangan yang keduanya terdeteksi sebagai pembawa sifat genetik thalassemia (thalassemia minor), kemungkinan 25% anaknya lahir normal, 50% pembawa genetik thalassemia, dan 25% positif menderita thalassemia. Namun jika salah satu pasangan saja yang memiliki sifat pembawa, maka 50% anaknya lahir normal, dan 50% lagi pembawa sifat thalasemia. 
Deskripsi Penurunan Sifat Genetik Thalassemia
Sumber Foto : www.
askhematologist.com
Jika sudah mengetahui hal itu, ada dua kemungkinan yang bisa diambil. Pertama tidak melanjutkan hubungan dengan pasangan yang mempunyai sifat pembawa genetik thalassemia, atau tetap bertahan dengan risiko akan melahirkan anak thalassemia.

Pilihan ini memang sangat sulit, karena untuk memutuskan mata rantai thalassemia ialah dengan tidak mencari pasangan yang juga berperan sebagai pembawa genetik thalassemia.

Sampai detik ini, obat untuk thalassemia belum ditemukan. Hanya saja untuk mempertahankan kelangsungan hidup si penderitanya, haruslah bergantung kepada darah orang lain. Disamping obat-obatan lain juga diperlukan untuk mengurangi kelebihan zat besi yang didapat dari darah pendonor.


Hidup Penderita Thalassemia 

Sungguh disayangkan memang hidup penderita thalassemia bergantung pada darah orang lain. Setiap bulan harus transfusi darah, untuk membantu aktivitas sel, dan kebutuhan oksigen di dalam tubuh mereka. Untuk membantu mereka maka kita perlu mendonorkan darah secara rutin, kebutuhan dan manfaat donor darah bisa klik baca ini.

Tajamnya jarum infus yang menusuk kulit mereka setiap kali transfusi, tidak menjadi pemasalahan lagi. Meskipun setelah itu akan meninggalkan bekas yang tidak enak dilihat, dan rasa sakit setelah transfusi menghampiri mereka.

Pertumbuhan dan perkembangan anak thalassemia lebih lambat dibandingkan anak normal lainnya. Maka tak heran kalau kita melihat anak thalassemia yang berusia 8 tahun, terlihat seperti anak umur 4 tahun.

Selain itu ada spesifik wajah yang terlihat pada anak thalassemia. Wajahnya pucat seperti kekurangan darah, kadang ada juga yang menghitam karena penumpukan zat besi di dalam kulit. Terjadi pembesaran pada kepala dan pipi, hidungnya mengecil, dan menipis.

Anak Penderita Thalassemia
Sumber Foto : www.
peutuah91.blogspot.co.id
Aktivitasnya sering terganggu karena anak thalassemia mudah lelah, dan cepek. Terutama beberapa hari sebelum jadwal transfusi darah dilakukan. Mereka sering mengalami pusing, dan mual karena oksigen di dalam darahnya tidak tercukupi. Biasanya hemeglobin mereka menurun hingga 7- 5 g/dL. 

Setelah transfusi darah 2-5 kantong hingga hemglobin mereka mencapai 9-10 g/dL, mereka akan kembali sehat seperti semula. 

Jadi bisa dibayangkan jika mereka tidak mendapatkan transfusi darah? Akan banyak anak thalassemia yang mati karena kekurangan darah. 


Darah Untuk Aceh

Tingginya jumlah penderita thalassemia di Aceh, tentunya kebutuhan akan darah juga meningkat. Saat ini pasokan darah yang ada di Banda Aceh, diambil dari Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) Banda Aceh, dan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 

Sedangkan kebutuhan darah tidak hanya untuk penderita thalassemia saja, tapi juga untuk kebutuhan pasien lainnya yang akan operasi. Sering kali pasien thalassemia yang akan ditransfusi tidak kejatahan darah, karena stok darah tidak ada. 

Sehingga transfusipun tidak bisa dilakukan, dan pasien harus menunggu dulu hingga stok darah tersedia. Hal ini tentunya akan memperburuk kondisi pasien, sehingga keterlambatan ini akan berdampak buruk bagi kesehatan si penderita tersebut.

Masalah inilah yang dicoba diselesaikan oleh perempuan Aceh yang bernama Nurjannah Husein, atau yang akrab disapa Kak Nunu. Dengan merangkul para pemuda Aceh, beliau membentuk komunitas yang disebut Darah Untuk Aceh (DUA) pada tahun 2012. 

NURJANNAH HUSEIN
Pendiri komunitas Darah Untuk Aceh
Foto diedit oleh, www.yellsaints.com 
Untuk memenuhi ketersediaan darah bagi penderita thalassemia, Kak Nunu merangkul 10 pemuda yang mau menjadi pendonor tetap untuk 1 orang penderita thalasemia (#10For1Thalassemia). Para pendonor tetap tersebut diharapkan bisa mendonorkan darahnya secara bergantian, untuk penderita thalassemia setiap bulannya.

Mereka menyebutnya dengan istilah blooders untuk para pendonor, dan thallers untuk penerima darah bagi penderita thalasemia. 

Relawan Darah Untuk Aceh
Sumber Foto : www.regional.kompas.com
Cara seperti ini membantu penyediaan darah bagi penderita thalassemia. Disamping itu juga dapat menumbuhkan rasa empati, bagi pemuda Aceh untuk membantu anak thalassemia Aceh.

Program lainnya yang dilakukian DUA selama 5 tahun ini ialah program #S3KUMLOD (Seribu Seorang Sebulan Kumpuan Loyal Donasi). Program ini dilakukan untuk menggalang dana bagi semua pihak yang ingin membantu penderita thalassemia, khususnya untuk biaya transporatasi mereka ke rumah sakit.

Pada ulang tahun DUA yang ke 5 ini, DUA kembali meluncurkan program baru yaitu DUAFE untuk Entrepreneur Charity. Program ini bertujuan untuk membentuk sebuah wirausaha yang berbasis sosial. 

Kak Nunu menyampaikan program DUAFE pada saat acara Thalassemia Talk
Sumber Foto : www.yellsaints.com
DUAFE adalah sebuah produk berupa bubuk kopi Arabica siap pakai, yang hasil penjualannya disumbangkan 80% untuk pendampingan penderita thalasemia, riset, sosialisasi, dan pengembangan oraginasasi.

Bisnis kopi di Aceh sangatlah menguntungkan, apalagi Aceh yang disebut sebagai 1001 warung kopi merupakan penghasil kopi terbaik dunia. Maka dengan adanya produk DUAFE ini diharpakan orang yang membeli kopi, tidak hanya sekedar menikmati kopinya, tapi juga ikut berdonasi untuk membantu penderita thalassemia Aceh. 

Semoga diulang tahun DUA yang ke 5 ini, dapat terus membantu untuk pendampingan anak Thalassemia Aceh.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Menulis Blog #ThalassemiaAceh2017
April 26, 2017

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI

by , in

A.  PENDAHULUAN

Hipertensi disebut sebagai The Silent Killer, karena tidak menampakkan gejala yang khas. WHO memperkirakan sekitar 30% penduduk dunia tidak menyadari adanya hipertensi (Susilo & Wulandari, 2011).

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes, 2010).     

Hipertensi, merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke.

Tidak jarang hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau datang dengan keluhan lain. Demikian disampaiakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, (Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas.

Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi Ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76% masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi.

B. DEFINISI

Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular. (Anderson, 2006. h 582).

Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi. Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan diastolik.

Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII, seorang dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam, 2003).

C. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebagai berikut:

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya disebut juga hipertensi idiopatik.

Terdapat sekitar 95% kasus yang mengalami hipertensi ini. Faktor yang mempengaruhinya ialah genetik, lingkungan hiperaktivitas susunan saraf simpatis. Dalam defekekstesi Na peningkatan Na dan Ca intra selular dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti , alkohol, merokok, jenis kelamin, usia, diet, berat badan, dan gaya hidup (Kowalski, 2010).

2.  Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan esterogen, penyakit ginjal. Hipertensi vascular renal dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain. (Arif Mansjoer, 2002 : h 518).

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal tekanan darah sistolik (TDS) ≤120 mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) ≤80 mmHg.

Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit, tetapi mengidentifikasikan pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi hipertensi dimasa yang akan datang. (Joint National Comitee VII, 2003). 
Tabel : klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003
Kategori TD
Tekanan sistolik (mmHg)
Tekanan diastolik (mmHg)
Normal
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensi stadium 1
140-159
90-99
Hipertensi stadium 2

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target (American Diabetes Association, 2003).

E.  PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah (Brunner, 2002).

Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin, 2005).

F.  MANIFESTASI KLINIS

Menurut ( Aziza, Lucky, 2007) Tanda dan gelala hipertensi yaitu ;
1.  Sakit kepala
2.  Epitaksis
3.  Rasa berat di tengkuk
4.  Mata berkunang – kunang
5.  Mual, muntah
6.  Kelemahan / letih
7.  Sesak nafas
8.  Kenaikan tekanan darah dari normal
9.  Penurunan kekuatan genggaman tangan
10.   Pandangan mata kabur/tidak jelas.

G. KOMPLIKASI

Menurut Elisabeth J Corwin komplikasi hipertensi terdiri dari stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati (kerusakan otak) dan pregnancy- included hypertension (PIH) (Corwin, 2005).

1.  Stroke
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi diotak atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi.

Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. (Corwin, 2005).

2.  Infark Miokardium
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik, tidak dapat mensuplai cukup oksigen ke miokardium, atau apabila terbentuk trombus yang menyumbat aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Akibat hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark.

Demikian juga, hipertrofi dapat menimbulkan perubahaan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi distritmia, hipoksia jantung dan peningkatan risiko pembentukan bekuan (Corwin, 2005).

3.  Gagal Ginjal
Menurut Arief mansjoer (2001) hipertensi berisiko 4 kali lebih besar terhadap kejadian gagal ginjal bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami hipertensi.

Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal ginjal kronik oleh karena penimbunan garam dan air atau sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) (Chung, 1995).

4.  Ensefalopati (Kerusakan otak)
Ensefalopati (Kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang meningkat cepat). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong ke dalam ruang intersitium diseluruh susunan saraf pusat.

Neuron-neuron disekitarnya kolaps yang dapat menyebabkan ketulian, kebutaan dan tak jarang juga koma serta kematian mendadak. (Corwin, 2005).

H. PENATALAKSANAAN

1.  Pengendalian faktor risiko

a.  Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan
Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal.

Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes, 2006).

b.  Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006).

c.   Ciptakan keadaan rileks

d. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes, 2006).

e.  Melakukan olahraga teratur
Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006).

Menurut WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui, 25% mendapat pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Pengobatan penderita hipertensi belum efektif karena sering terjadi kekambuhan serta menimbulkan efek samping berbahaya dalam jangka waktu yang panjang (Dicky, 2011).

Hal ini yang mendorong para ilmuwan untuk mengembangkan terapi non farmakologis. Terapi komplementer nonfarmakologis yang dilakukan adalah :

1.    Terapi Relaksasi
Terapi relaksasi ditujukan untuk menangani faktor psikologis dan stress yang dapat menyebabkan hipertensi. Hormon epineprin dan kortisol yang dilepaskan saat stress menyebabkan peningkatan tekanan darah dengan menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan denyut jantung.  

Besarnya peningkatan tekanan darah tergantung pada beratnya stress dan sejauh mana kita dapat mengatasinya. Penanganan stress yang adekuat dapat berpengaruh baik terhadap penurunan tekanan darah. 

Hasil relaksasi yang optimal melalui penurunan gelombang otak dari gelombang beta ke gelombang alpha. Pernapasan dengan irama yang teratur akan menenangkan gelombang otak serta merelaksasikan seluruh otot dan jaringan tubuh.

Langkah-langkah melakukan relaksasi dengan mendengarkan musik :
1. Siapkan musik klasik
2. Duduk di kursi dengan tenang dan santai, posisi tulang punggung tegak
    lurus.
3. Pusatkan pikiran
4. Bernapaslah secara alamiah, secara wajar
5. Tarik nafas perlahan melalui hidung dan hembuskan melalui mulut
6. Lakukan berulang-ulang selama 10 - 15 menit.

Relaksasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan teknik pernapasan yang ritmis dan alami. Di dalam relaksasi harus melakukan pernapasan yang ritmis agar dapat mencapai

2.  Teknik Massase

Menurut (Wijanarko.et.al, 2010), teknik masase yang digunakan yaitu:
a. Effleurage (Menggosok), caranya jari-jari tangan rapat mencakup otot, gosokan menuju arah jantung dan dilakukan secara berirama dan kontinyu. Teknik masase ini digunakan sebagai manipulasi pembuka dan penutup.

b. Petrissage (Memijat), caranya kedua tangan memijat dengan gerakan bergelombang, berirama, tidak terputus-putus.

c. Vibration (Menggetarkan), caranya dengan sikap membengkok siku, jari-jari ditekankan pada tempat yang dikehendaki, kemudian kejangkan seluruh lengan tersebut. Kontraindikasi masase kaki adalah masase tidak dapat dilakukan pada seseorang yang mengalami phlebitis, trombosis, reaksi imflamasi, selulitis, gangguan perdarahan serta yang memiliki luka terbuka atau kerusakan pada kaki (Turner & Merriman, 2005 dikutip Ramadhani, 2011). Getaran ini dapat diberikan melalui ujung jari, dua jari atau tiga jari yang dirapatkan.

3.    Pengobatan Tradisional  Hipertensi
a.  Mentimun
Dua buah timun dimakan pagi dan sore atau diparut,diperas,diambil airnya diminum pagi dan sore.

b.  Belimbing manis
Beberapa buah belimbing muda diparut lalu diminum air perasannya. Lakukan 2x sehari.
1)   Segenggam daun belimbing manis dicuci bersih, ditumbuk, diperas, dan diambil airnya sebanyak 1 sendok makan
2)   Campurkan air perasan tersebut dengan 1 sendok makan air jeruk nipis dan ½ sendok makan madu.
3)   Lakukan 2x sehari

c.   Belimbing wuluh
Rebus tiga buah belimbing wuluh yang diiri-iris dengan tiga gelas air sampai tinggal setengah. Saring lalu minum 1x pada pagi hari.
1)   3 buah belimbing wuluh diparut lalu diperas airnya. Diminum 1x sehari.

d.  Daun alpukat
     Sepuluh lembar daun alpukat direbus dalam 2 gelas air sampai airnya tinggal 1 gelas.

e.  Pegagan
      20 helai daun pegagan segar, rebus dengan 2 gelas air sampai menjadi ¾ gelas. Saring. Minum 3x ¾ gelas.

f.    Pepaya
     Parut sebuah pepaya muda, peras. Airnya diminum 2x sehari. Ulangi selama 3 hari.

g.  Seledri
   20 tangkai seledri dicuci,dilumatkan. Beri sedikit air masak. Peras. Minum airnya dua sendok makan 3x sehari. Lakukan dengan teratur selama 3 hari.
1)   15 batang seledri dicuci, direbus dengan 2 gelas air sampai tinggal ¾ nya. Hasil rebusan ini diminum separuh pagi dan separuh malam.

h.  Mengkudu
     2 buah mengkudu dibuang bijinya, diparut. Sebuah mentimun diparut dan diperas. Tuangkan air mentimun ke ramuan mengkudu, beri gula aren dan 2 gelas air panas,. Saring. Ramuan ini untuk diminum 3x sehari.

i.    Bawang putih
     2-3 siung bawang putih dikupas, dicuci, dikunyah, lalu ditelan sambil minum air hangat. Lakukan 3x sehari. Bawang putih dibakar sampai matang, dimakan. 2 hari pertama makan 6 siung, selanjutnya selama seminggu makan 2 siung.

j.    Daun salam
     Sepuluh lembar daun salam direbus dalam 2 gelas air sampai rebusannya tinggal 1 gelas, diminum pagi dan sore hari

2.  Aneka jus untuk hipertensi

a.  Jus belimbing berembun
Bahan:
0)   100 gr byah belimbing manis,dipotong-potong.
1)   3 sendok makan air jeruk nipis
2)   Setengah gelas air matang
3)   ¾ gelas es serut halus
Cara membuat: campur semua bahan,lalu blender. Hidangkan segera saat masih dingin (untuk satu gelas)

b.  Jus belimbing wuluh seledri
Bahan:
0)   100 gr belimbing wuluh
1)   100 gr seledri batang besar
2)   ½ gelas air matang
3)   ½ gelas es serut
Cara membuat: blender belimbing wuluh, seledri batang besar, air dan es serut. Hidangkan dengan es (untuk 1 gelas).

I.    ASUHAN KEPERAWATAN

1.  Pengkajian

a.  Aktifitas/ istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung

b.  Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.
Tanda: Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.

c.   Integritas Ego
Gejala: Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.

d.  Eliminasi

e.  Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.

f.    Makanan/ cairan
Gejala: Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol), mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

g.  Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori, perubahan retina optik.

h.  Respon motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan.

i.    Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala: Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ massa.

j.      Pernafasan
Gejala: Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda: Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat bantu pernafasan.

k.   Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara brejalan.

l.    Pemeriksaan Diagnostik
1)  Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
2)  BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.
3)  Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4)  Kalsium serum
5)  Kalium serum
6)  Kolesterol dan trygliserid
7)  Px tyroid
8)  Urin analisa
9)  Foto dada
10)  CT Scan
11)  EKG

2.  Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a.  Nyeri (akut), sakit kepala b/d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.

Intervensi :
1)  Pertahankan tirah baring selama fase akut.
R/ Meminimalkan stimulasi dan meningkatkan relaksasi

2) Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.
R/ Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.

3) Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.
R/  Aktifitas yang meningkatkan vasokontraksi menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatan vaskuler serebral.

4)  Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.
R/ Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf simpatis.

b.  Intoleran aktivitas b/d kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

Tujuan/ kriteria :
1)   Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
2)   Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
3)   Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.

Intervensi :
1)  Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunakan parameter.
R/  Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress, aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja jantung.

2)  Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi, sisir rambut.

3)  Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
R/ Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual.

4)  Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat ditoleransi.
R/ Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

5)  Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan
R/ Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

c.  Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d vasokontriksi pembuluh darah.

Tujuan dan Kriteria :
1)  Klien berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung

2)  Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima

3)  Memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang normal pasien.

Intervensi :

1)  Observasi tekanan darah
R/ Perbandingan dari tekanan darah memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan vaskuler.

2)  Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
R/ Denyutan karotis, jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati saat palpasi. Denyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi dan kongesti vena.

3)  Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
R/  S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.

4)  Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
R/ Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan dekompensasi/penurunan curah jantung.

5)  Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas atau keributan ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
R/ Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi.

6)  Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.
R/ Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.

7)  Kolaborasi dengan dokter dalam pembrian terapi anti hipertensi dan diuretik.
R/ Menurunkan tekanan darah.

d.  Resiko tinggi terhadap cedera yang b/d defisit lapang pandang, motorik atau persepsi.

Kriteria hasil :

1)  Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
2)  Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
3)  Meminta bantuan bila diperlukan.

Intervensi :

1) Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.
R/ Membantu menurunkan cedera.

2)   Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk melakukan:
a)    Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum  digunakan.
b)   Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak terdeteksi.

3)   Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit dilemaskan dengan lotion emoltion.
R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien terhadap suhu.

4)   Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan penggunaan alat bantu.
R/ Penggunaan alat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat menyebabkan regangan atau jatuh.

5)   Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di rumah.
R/ Keamanan yang baik meminimalkan terjadinya cedera.


                                              DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3I. Jakarta: Medica Ausculpalus FKUI.
Anderson. 2006. Patofisiologi Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.
Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Brunner & Suddarth.  2002. Kep. Medikal Bedah Vol 2, EGC. Jakarta.
Doenges, Maryllin E. 2003. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 minggu Menurunkan Tekanan Darah Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita Mizan Pustaka.
Sudjaswadi,Wiryowidagdo, M.Sitanggang. 2002. Tanaman Obat untuk Penyakit Jantung, Darah Tinggi, dan Kolesterol. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Smeltzer & Bare, (2002) Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Yasmin Asih. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Suryohidoyo, Purnomo, (2007). Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Mulekular  .PuriDelco. Bandung. 
Udjianti, Wajan. 2011. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Patofisiologi terjadinya 

My Instagram